Blog ini, isinya tentang kisah temanku, Putri Rindu Kinasih, juga tentang aku. Tentang pengalaman kami, tentang keseruan kami, bego-begonya kami; semuanya deh! Ini kenapa aku yang nulis karena kami sudah seakrab Dr. Watson dan Sherlock Holmes. Dan... karena Putri malas nulis blog. Finally, silahkan selamat mengikuti cerita kami :')

December 22, 2014

Pendekar Tongkat Emas: Beli Satu Dapat Lima



Tanggal 20 Desember lalu, saya menonton film Pendekar Tongkat Emas untuk yang kedua kali, masih dengan rasa sedih yang sama seperti saat saya nonton di hari pertama penayangannya. Saya menangis. Selain karena terharu, saya menangis karena sedikit sekali yang menonton.
Sesak, kesal, sedih, pilu jadi satu waktu saya lihat jumlah penonton yang kurang dari dua puluh. Awalnya, saya pikir studio 3 Citra XXI sepi penonoton karena tanggal 18 Desember itu hari Kamis; sehingga tak banyak yang punya waktu luang melipir ke bioskop karena weekday
Begitu tayang langsung nonton pulang kuliah
Karena sedih, film-nya sepi penonton, saya minta menonton lagi bersama ayah tanggal 20 Desember. Rupanya, Sabtu itu studio 3 masih sama sepinya seperti saat pertama saya menonton. Dalam hati saya menangis, bagaimana bisa film sebagus ini tidak ada yang menonton?
Mentraktir Ayah Nonton
Rasa getir juga mampir saat teman-teman saya terang-terangan mengaku rugi jika harus menonton film Indonesia yang katanya kurang wah dibanding film kartun robot jepang dan sequel terakhir peperangan antara kurcaci dan teman-temannya melawan naga raksasa. Saya ingin sekali woro-woro layaknya agen asuransi kalau dengan membeli satu tiket nonton Pendekar Tongkat Emas, penonton tidak hanya dapat satu sugguhan tapi lima sekaligus. Tidak percaya?
Bintang Film All-star
Tidak setiap hari mata penonton dimanjakan dengan aksi serentetan aktor dan aktris papan atas dan satu judul. Coba cek saja cast-nya jika tak percaya, pesona aktor senior seperti Slamet Raharjo, yang muda seperti Tara Basro, Eva Celia dan Nicholas Saputra hingga yang masih kecil seperti Aria Kusumah semua tumpah ruah di film ini. Bayangkan saja, bagaimana serunya melihat aktris yang sudah lebih dari 40 tahun berakting seperti Christine Hakim beradu peran dengan pendatang baru yang muncul perdana di layar lebar? Intinya, karater-karakter dalam film ini diperankan oleh aktor dan aktris berkelas dan serius dalam seni peran. Jadi, dengan demikian menonton Pendekar Tongkat Emas jelas nggak kalah wah, kalau bintangnya se-wow ini!
Scenery seperti jepretan Nat Geo
Buat pembaca sekalian yang mengaku hobi travelling, cinta pariwisata nusantara, dan ingin promote keindahan alam lokal, bisa mulai mewujudkan cita-cita luhurnya dengan menonton dan mempromosikan film ini. Kekayaan alam lokal diabadikan layaknya jepretan fotografer profesional National Geographic. Menonton film ini, serasa menonton pameran foto yang disatukan dalam satu rol film. Coba bayangkan kerja keras para crew untuk menghadirkan momen secantik air sungai yang sebening kristal, burung berbulu hitam biru lentik bertengger di atas dahan, tebing putih di pinggir laut biru, romansa sunset Sumba yang elok, serta savana eksotis seperti di Afrika. Iki nggawene piye?
Apiknya Bahasa Indonesia
Selain keunggulan para pemeran dan keindahan alam, film Pendekar Tongkat Emas juga menyajikan hal yang saya rindukan, Bahasa Indonesia. Belakangan Bahasa Indonesia mulai hilang pamornya di kalangan anak muda. Saat saya menonton film ini, saya seperti diingatkan bahwa bahasa Indonesia yang dulu diagung-agungkan dalam Sumpah Pemuda itu seperti ini indahnya. Rasanya seperti menemukan jati diri saat mendengar para pemeran mengucapkan kalimat klasik seperti bicaramu melantur, akan kubantu melayangkan nyawamu ke langit, tidak di depan anakmu… Rasanya dalam hati saya bersorak; ini lho indahnya bahasa Indonesia, ini kita yang sebenarnya.  
Action garapan ‘Jet-Li’
Gerakan laga dalam film Pendekar Tongkat Emas digawangi oleh Xinxin Xiong yang memang tidak terlalu tenar di telinga kita. Tapi, asal tahu saja, Xinxin Xiong yang berasal dari Hongkong merupakan double-body aktor laga terkemuka, Jet Li. Xinxin Xiong melatih ketahana fisik dan kemampuan para pemain selama tujuh bulan sebelum pengambilan gambar digarap. Jadi, sudah pasti gerakan-gerakan bela diri di film ini bukan sembarang dikarang, atau dibuat seadanya seperti sinetron lokal yang pendekarnya mengendarai elang-elangan. Dengan memanggil pelatih profesial seperti Xinxin Xiong jelas merupakan bukti serius kalau film ini tidak asal-asalan. Alhasil, penonton pun sukses dibuat terpana oleh gerakan gerakan silat indah garapan koreografer laga sekelas Jet Li.
Plot dan Pesan Moral
Walaupun sama seperti film-film silat pada umumnya yang bertemakan dendam dan sumpah, adanya pesan moral yang dalam membuat film ini terus dingat selama perjalanan pulang. Uniknya, bukannya mengilhami anak muda untuk terus reach for the top, Pendekar Tongkat Emas justru menyapa dengan ajaran ‘siapkah kalian untuk tidak menjadi pemenang?’ Bukannya menggurui penonton dengan trik-trik memenangkan pertandingan ala pendekar, film ini justru berpesan apa gunanya ilmu jika tidak digunakan untuk mengabdi? Akhirnya kata, diluar kemilau para bintang, pesona alam dan jurus-jurus hebat, Pendekar Tongkat Emas berhasil memikat dengan pesan moral yang arif.
Kesimpulannya, Pendekar Tongkat Emas ini film bagus. Pendekar Tongkat Emas bukan film ecek-ecek dengan dana terbatas. Dibintangi oleh aktor dan aktris hebat, berpengalaman dan berkelas. Dihiasi pemandangan alam yang diabadikan dengan hati. Diperkuat dengan aksi laga kelas internasional. Diperkaya pesan-pesan moral yang bijak dan mengena. Dibuat dari kerja keras para crew yang berkerja dengan serius. Masih bisa bilang rugi, nonton film buatan negeri?

April 10, 2014

Rasa Lain Busan


Perjalanan Putri yang paling gressss sih, pas dia ke Korea. Sepanjang tahun 2013 kemarin, Putri dapat kesempatan sekolah dan tinggal g-r-a-t-i-s di Seoul, Korea. Selama tinggal di Korea, Putri hobi ngiter-ngiter kesana-kemari, nyambangin destinasi-destinasi tourism yang terkenal di negeri gingseng itu...Jadi tempat apa yang Putri suka? Jawabannya bukan Jeju. Bukan Gyeongju juga apalagi Jeonju, tapi...

Busan.

Putri cinta mati sama Busan. Tapi coba deh, kalian pada perhatiin foto di atas... Notice nggak, kalau ada yang salah dengan foto di atas? 100! Yang salah itu baju-nya Putri. Kalian pasti pada mikir, lho ke Busan kok pake baju tebel? Busan bukannya pantai-pantai gitu ya? Kenapa si Putri pake jaket tebel, sweater dan sarung tangan? Sekedar pemberitahuan, Si Putri nggak gila. Putri emang ke pantai pakai baju berlapis karena emang lagi winter!



*APAAAAAAA???!!! Ke pantai pas musim salju???*

Weeeeeeitsss! Jangan salah. Pesanku cuma satu: Keep reading! Karena kalian bakal rasa lain jalan-jalan ke Busan. Yang pasti, worth it banget... Iya sih, dinginnya memang nggak ketulungan. walaupun di Busan nggak turun salju, tapi sekalinya angin bertiiuuuup.... Masyaoloolohhh.. Langsung. Rontok tulang sebadan! Mungkin karakter lokasinya yang emang di dekat laut dan terbuka banget (nggak banyak gedung tinggi), jadi angin Busan terasa lebih mematikan.
Well, serunya pergi ke Busan pas musim dingin adalah kotanya jadi sepi. Ya iyalah... Orang-orang tentu lebih milih nyantai di kamar yang hangat ketimbang menggigil kedinginan di jalan. Taapiiiii... Karena kotanya sepi, hampir semua yang ada di Busan berasa milik pribadi. Bus tur tingkat-nya Busan, jalanan-nya, pantainya, pasirnya, dan camar-camarnya resmi kalian kuasai!

Salah satu light house view di sepanjang jalan.

 menyapa camar

Salah satu hal yang langsung bikin Putri jatuh cinta sama Busan adalah suara camar hampir selalu kedengaran di sudut kota. Coba kalau kalian ke Busan pas summer, di saat jutaan umat lainnya juga lagi liburan di sana, emangnya suara camar kedengeran?
Saking khas-nya suara burung camar ini, kalau kalian stop di station subway yang besar, Haeundae station, beberapa detik sebelum kereta berhenti bakal ada rekaman suara burung camar.




Seperti yang udah sempet kutulis di atas, karena kotanya relatif sepi, kalian menikmati pantainya serasa pantai milik sendiri. Di beberapa tempat seperti bagian belakang pasar ikan Jaegalchi, kita bisa 'mengundang' camar-camar tadi dengan melambaikan potongan roti. Beneran kayak mimpi deh, bisa lihat burung camar sedekat itu dengan background laut biru yang cantik.


Foto di atas ini di ambil pas Putri ngotot lihat matahari terbit dari tepi pantai Haeundae yang terkenal itu. Tips lainnya untuk menikmati rasa lain Busan adalah, instead of ngejar-ngejar sunset; cicipin deh extraordinary-nya sunrise di Busan. Prosesi matahari terbit dimulai sekitar pukul 7. Berbekal baju 4 lapis, Putri nekat pergi ke pantai demi menyaksikan naiknya mentari ditemani tarian camar-camar putih tadi. Matahari baru muncul malu-malu sekitar jam tujuh seperempat. Nggak usah takut bosen nunggu, karena pemandangan yang terpampang di depan kalian dijamin keren banget. 

ratusan camar dan light house merah! Kayak setting film-film...

Putri girang bukan kepalang pas dia disuguhi view di atas ini. Waktu itu suasananya emang magical banget sih. Pagi itu, saat berdiri di hamparan pasir luas dan sepiiiiiii, Putri beneran merasa spesial banget. Gimana enggak??? Baru kali ini Putri ngerasain sensasi jalan di pantai yang sepi dengan debur ombak lembut dan langit seindah ini nggak pakai desak-desak'an.
Sunrise di Haeundae Beach

Rasa lain Busan yang terakhir adalah Busan rasa Santorini. 
Santoriiini??? Kok bukan BIFF area atau pasar ikan Jaegalchi? Santorini kan di Yunan.. *gasp*



Belum banyak yang tahu kan, kalau di selatan Busan ada tempat namanya Gamcheon Culture Village. Siapa sangka sih, daerah yang dijuluki Santorini-nya Asia itu dulunya daerah kumuh?!


Jadi, bangunan kotak-kota tadi kalau di zoom, aslinya ya rumah-rumah gini!



Tahun 2009 oleh kementerian pariwisata Korea Selatan, masyarakat di daerah tersebut diajak bersama-sama untuk 'mendadani' area tersebut supaya lebih cantik dan menarik perhatian pelancong.


Tangga-tangga di sela rumah-rumah aja dilukis.



Fualaaaaaa!!! Hasilnya rumah-rumah penduduk berubah keren. See, worth to visit banget kan tempat yang satu ini. Nggak perlu takut kehausan dan kelaparan waktu kalian menyusuri desa kecil ini. Soalnya, di sana banyak café restoran bertema unik. Kalau yang di bawah ini temanya diangkat dari novel Little Prince.


Akhir kata, manisnya mochaccino di Santorini, resmi menutup rangkain trip anti mainstream Putri. Sepulang dari Busan, Putri kudu balik ke Seoul naik kereta untuk nge-pack sebelom akhirnya pulang ke Jakarta.  

Sama seperti pas Putri berangkat ke Seoul, Bersama Garuda, Putri akhirnya terbang pulang ke tanah air. Salah satu kelebihan maskapai Garuda yang selalu bikin iri teman-teman Putri adalah tersedianya flight terusan Seoul-Jakarta nggak pakai transit! Jadi cuma perlu kurang lebih 7 jam aja terbang dari Jakarta ke Seoul, vice versa. Hebatnya lagi, dengan kelebihan ini, harga yang dipasang Garuda masih sangat bersahabat. Makanya, Putri puas banget jalan-jalan naik Garuda. Bonusnya: selama terbang bersama Garuda, belum pernah ada kasus peswatnya delay, petugasnya ramah, serta pramugarinya nggak judes. Oleh karena itu, sangat di sarankan pergi ke negeri K-POP, naik Garuda. Sumpah, nggak nyesel!

Anyway, orang pertama yang ditemui Putri di Jakarta setelah setahun mengembara di Korea adalah Edo. Edo tuh, sahabat Putri yang paling awet sejak SD. Salah satu orang yang setia stand by nungguin Putri kelar study yah, si Edo ini (bukan nama asli). Sorry ya, si Edo ini orangnya nyata kok, beneran hidup. Cuma, aku terpaksa pakai nama samaran, karena sohipnya si Putri ini punya kekhususan. Edo gay.

Sampai saat ini, Edo baru bisa jujur tentang kondisinya ke 12 orang di sekitarnya aja. Keputusan Edo untuk nggak go public jelas bisa dipahami banget. Soalnya kita hidup di Indonesia, negara dengan yang masyarakat yang masin me-nabu-kan hal-hal kayak gini. Jangankan merangkul, di Jakarta aja masih banyak orang belum bisa menerima kaum gay. Bokapnya Putri salah satunya.

Sebelum stand up-nya Kak Pandji ditayangin di KompasTV, Putri sempet sekilas nonton Glee sama bokapnya. Respon bokapnya Putri pas lihat Blaine lagi sayang-sayangan sama Kurt Hummel adalah, "Iiiiiiih... Apa'an ini? Gilo!" Gilo, bahasa Jawa, artinya jijay...

Pas denger itu, kontan Putri sediiiiiih banget. What would he do if he knew that Edo is gay? Jangan-jangan nggak boleh ketemuan lagi sama Edo. 

Karena emang selalu suka nonton Pandji, begitu tahu Mesakke Bangsaku ditanyangin di tv, Putri langsung 'maksa' keluarganya untuk nonton bareng. Entah gimana ceritanya, mungkin memang suratan takdir atau gimana, di acara Mesakke Bangsaku, Pandji memberikan opini tentang kaum gay secara friendly banget.
Semua bit-bit yang disampaikan seolah-olah mewakili suara yang ingin Putri bilang ke bokapnya. Semua bit-bit yang disampaikan itu seolah-olah mewakili suara yang ingin Putri bilang ke bokapnya. Udah gitu, pembelaan Pandji disampaikan secara lucu, jujur dan nggak dibuat-buat. Pandji bilang kalau berteman sama mereka itu menyenangkan, "karena enak buat diajak curhat tapi masih mau dorong mobil kalau mogok". So true!

Untungnya, selama nonton itu respon bokapnya itu positif. Pas kelar, Putri sengaja nanya ke bokapnya, "Pak, gimana kesan bapak setelah nonton? Ternyata fakta tentang kaum gay unik ya. Kasihan ya mereka, kan itu bukan maunya dia. Aku nggak melegalkan, tapi aku juga nggak setuju kalau mereka dijahatin atau dilarang-dilarang untuk menjadi diri sendiri."
Di luar dugaan bokapnya Putri nyahut, "Iya, benar. Bapak setuju... bla..bla..".
Buat Putri, dua kata pertama itu maknanya dalaaaaaam banget. Sebab, Putri bisa lihat kalau bokapnya udah nggak ekstrem kayak dulu. That means a lot for her! So, makasih Kak Pandji.


Sekian dulu deh. Thanks, for reading!


Cup cup wow wow,
Temannya Putri.