Tanggal
20 Desember lalu, saya menonton film Pendekar Tongkat Emas untuk yang kedua
kali, masih dengan rasa sedih yang sama seperti saat saya nonton di hari
pertama penayangannya. Saya menangis. Selain karena terharu, saya menangis karena sedikit sekali yang menonton.
Sesak, kesal, sedih, pilu jadi satu waktu saya lihat jumlah
penonton yang kurang dari dua puluh. Awalnya, saya pikir studio 3 Citra XXI sepi
penonoton karena tanggal 18 Desember itu hari Kamis; sehingga tak banyak yang
punya waktu luang melipir ke bioskop karena
weekday.
Karena sedih, film-nya sepi penonton, saya minta menonton lagi bersama ayah tanggal 20 Desember. Rupanya, Sabtu itu studio 3 masih sama
sepinya seperti saat pertama saya menonton. Dalam hati saya menangis, bagaimana bisa film sebagus ini tidak ada
yang menonton?
Mentraktir Ayah Nonton |
Rasa getir juga mampir saat
teman-teman saya terang-terangan mengaku rugi jika harus menonton film Indonesia
yang katanya kurang wah dibanding
film kartun robot jepang dan sequel terakhir peperangan antara kurcaci dan
teman-temannya melawan naga raksasa. Saya ingin sekali woro-woro layaknya agen asuransi kalau dengan membeli satu tiket
nonton Pendekar Tongkat Emas, penonton tidak hanya dapat satu sugguhan tapi
lima sekaligus. Tidak percaya?
Bintang
Film All-star
Tidak
setiap hari mata penonton dimanjakan dengan aksi serentetan aktor dan aktris
papan atas dan satu judul. Coba cek saja cast-nya jika tak percaya, pesona
aktor senior seperti Slamet Raharjo, yang muda seperti Tara Basro,
Eva Celia dan Nicholas Saputra hingga yang masih kecil seperti Aria Kusumah semua
tumpah ruah di film ini. Bayangkan saja, bagaimana serunya melihat aktris yang
sudah lebih dari 40 tahun berakting seperti Christine Hakim beradu peran dengan
pendatang baru yang muncul perdana di layar lebar? Intinya, karater-karakter
dalam film ini diperankan oleh aktor dan aktris berkelas dan serius dalam seni
peran. Jadi, dengan demikian menonton Pendekar Tongkat Emas jelas nggak kalah wah, kalau bintangnya se-wow ini!
Scenery
seperti jepretan Nat Geo
Buat
pembaca sekalian yang mengaku hobi travelling,
cinta pariwisata nusantara, dan ingin promote
keindahan alam lokal, bisa mulai mewujudkan cita-cita luhurnya dengan
menonton dan mempromosikan film ini. Kekayaan alam lokal diabadikan layaknya
jepretan fotografer profesional National Geographic. Menonton film ini, serasa
menonton pameran foto yang disatukan dalam satu rol film. Coba bayangkan kerja
keras para crew untuk menghadirkan momen secantik air sungai yang sebening kristal,
burung berbulu hitam biru lentik bertengger di atas dahan, tebing putih di
pinggir laut biru, romansa sunset Sumba yang elok, serta savana eksotis seperti
di Afrika. Iki nggawene piye?
Apiknya
Bahasa Indonesia
Selain
keunggulan para pemeran dan keindahan alam, film Pendekar Tongkat Emas juga menyajikan
hal yang saya rindukan, Bahasa Indonesia. Belakangan Bahasa Indonesia mulai
hilang pamornya di kalangan anak muda. Saat saya menonton film ini, saya
seperti diingatkan bahwa bahasa Indonesia yang dulu diagung-agungkan dalam
Sumpah Pemuda itu seperti ini indahnya. Rasanya seperti menemukan jati diri
saat mendengar para pemeran mengucapkan kalimat klasik seperti bicaramu melantur, akan kubantu melayangkan nyawamu ke langit, tidak di depan anakmu… Rasanya
dalam hati saya bersorak; ini lho indahnya
bahasa Indonesia, ini kita yang sebenarnya.
Action
garapan ‘Jet-Li’
Gerakan
laga dalam film Pendekar Tongkat Emas digawangi oleh Xinxin Xiong yang memang tidak
terlalu tenar di telinga kita. Tapi, asal tahu saja, Xinxin Xiong yang berasal
dari Hongkong merupakan double-body aktor laga terkemuka, Jet Li. Xinxin Xiong
melatih ketahana fisik dan kemampuan para pemain selama tujuh bulan sebelum
pengambilan gambar digarap. Jadi, sudah pasti gerakan-gerakan bela diri di film
ini bukan sembarang dikarang, atau dibuat seadanya seperti sinetron lokal yang
pendekarnya mengendarai elang-elangan.
Dengan memanggil pelatih profesial seperti Xinxin Xiong jelas merupakan bukti
serius kalau film ini tidak asal-asalan. Alhasil, penonton pun sukses dibuat terpana
oleh gerakan gerakan silat indah garapan koreografer laga sekelas Jet Li.
Plot dan Pesan Moral
Walaupun sama seperti film-film
silat pada umumnya yang bertemakan dendam dan sumpah, adanya pesan moral yang
dalam membuat film ini terus dingat selama perjalanan pulang. Uniknya, bukannya
mengilhami anak muda untuk terus reach
for the top, Pendekar Tongkat Emas justru menyapa dengan ajaran ‘siapkah kalian untuk tidak menjadi pemenang?’
Bukannya menggurui penonton dengan trik-trik memenangkan pertandingan ala
pendekar, film ini justru berpesan apa
gunanya ilmu jika tidak digunakan untuk mengabdi? Akhirnya kata, diluar kemilau
para bintang, pesona alam dan jurus-jurus hebat, Pendekar Tongkat Emas berhasil
memikat dengan pesan moral yang arif.
Kesimpulannya,
Pendekar Tongkat Emas ini film bagus. Pendekar Tongkat Emas bukan film ecek-ecek dengan dana terbatas. Dibintangi oleh aktor dan aktris hebat,
berpengalaman dan berkelas. Dihiasi pemandangan alam yang diabadikan dengan
hati. Diperkuat dengan aksi laga kelas internasional. Diperkaya pesan-pesan
moral yang bijak dan mengena. Dibuat dari kerja keras para crew yang berkerja dengan
serius. Masih bisa bilang rugi, nonton film buatan negeri?